Batam | beritabatam.co : BP Batam terus mendapat sorotan. Kebijakannya menertibkan lahan tidur atau lahan tak produktif mendapat apresiasi sekaligus cibiran.
Mendapat apresiasi karena dinilai cukup tegas menarik atau membatalkan pengalokasian lahan yang tidak ditindaklanjuti oleh pemohon. Dilain pihak, dicibir karena dianggap masih tebang pilih dalam menertibkan lahan tidur di Batam.
Salah satunya, lahan tidur yang berlokasi di seputaran lokasi kantor BP Batam di Batam Centre.
Aktivis Batam, Aldi Braga mengharapkan BP Batam lebih tanggap dalam menyelesaikan permasalahan lahan tidur untuk kepastian investasi di Batam.
Aldi Braga menuturkan, hasil investigasinya mengungkap ternyata pemilik lahan tidur yang berlokasi di seputaran kantor BP Batam di Batam Centre hanya dimiliki oleh satu orang. Yang kemudian sudah dialihkan ke beberapa pihak.
“Ada 17 hektar, ada 19 hektar, ada 10 hektar, ada 88 hektar dan ada 41 hektar. Dipecah dan dikelola masing masing perusahaan yang seharusnya itu satu orang pengelolanya,” ucap Aldi Braga.
Aldi Braga meminta Ketua BP Batam, untuk transparan atas lahan tidur di Batam agar tidak ada prasangka buruk dari berbagai kalangan yang masih mempertanyakan lahan tidur yang dibiarkan tak produktif hingga belasan tahun.
Ia mengharapkan pemerintah pusat maupun penegak hukum memonitor persoalan lahan tidur di Batam.
lanjutnya, Jika Kepala BP Batam tidak sanggup menyelesaikan permasalahan di Batam tarik aja kembali pinta Aldi Braga.
Berdasarkan pemberitaan dilaman media tribunbatam, dalam beberapa kesempatan. Kepala BP Batam, Edy Putra menyebutkan ‘invisible authority’. Apakah ini menjadi hambatan Kepala BP Batam dalam menerapkan kebijakan di Batam ?
“Invisible authority ini tak terlihat di permukaan Namun dalam praktiknya, dirasakan sangat mengganggu kecepatan investasi dan ekspor” pungkasnya.
Dalam bahasa mudahnya, ada peraturan perundangan yang justru tidak sinkron satu sama lainnya dan berdampak pada penerapan investasi di lapangan.
“Ada Perpres, tapi ada peraturan di bawahnya yang buat perpres nggak efektif. Tolong pastiin aja deh,” kata Edy, Senin (22/07/19). Seperti ditulis laman media tribunbatam.
Menurutnya, akibat otoritas tak terlihat ini, ada dua investasi di Batam yang saat ini tak bisa direalisasikan, yakni Koh Brothers dan Putri Resort.
“Koh Brothers dan Putri Resort ini sudah lama, tapi nggak bisa investasi,” ujarnya.
Padahal, keduanya masuk dalam tata ruang BP Batam berdasarkan Perpres No.87 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang Batam, Bintan dan Karimun (BBK), dan PP No.46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
“Nggak bisa investasi. Karena harus minta izin air (ke Pemprov Kepri). Padahal itu wilayah saya,” kata Edy.
Ia bahkan meminta KPK mencarikan jalan keluar terkait masalah ini. Karena berkaitan dengan kepastian wilayah kerja BP Batam. (red-TB)
Discussion about this post