Batam | beritabatam. co : Batam menuju kota metropolis, pertumbuhan penduduk yang tinggi, yang juga berimbas pada tingginya permintaan hunian. Sementara dengan areal lahan yang sangat terbatas, Batam diambang ketidakseimbangan penyediaan lahan dengan jumlah penduduk. Dan akhirnya pemukiman liar atau rumah liar jadi pilihan bagi warga.
Persoalan ini semakin meruncing tatkala BP Batam sebagai institusi yang berhak atas penggunaan dan penataan lahan di Batam tak cukup punya solusi bagi masyarakat Batam.
Maka tak heran, persoalan lahan jadi berita yang lumrah utamanya terhadap warga yang merasa dianaktirikan saat mengajukan alokasi lahan ke BP Batam.
Kavling Siap Bangun, alokasi lahan yang dirasa tak berpihak pada masyarakat kecil, hingga isu dugaan fee atas alokasi penggunaan lahan. Merupakan deretan persoalan yang bermuara pada BP Batam.
Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Dendi Gustinandar menjelaskan status rumah liar (Ruli) yang merupakan bangunan ilegal dengan menempati lahan yang bukan haknya. Selasa, (16/07/19)
Dendi mengaku tak memiliki data pasti berapa jumlah pemukiman liar di kota Batam. Namun pihaknya menyebutkan, BP Batam pernah membuat program KSB atau Kavling Siap Bangun sebagai upaya mengurangi pemukiman liar di Batam.
Program tersebut dikatakannya merupakan upaya pemindahan rumah liar yang berada di lokasi atau lahan yang dialokasikan untuk industri atau investor.
“Pemindahan atau relokasi warga yang bermukim di rumah liar, diganti dengan KSB yang pernah di programkan BP Batam mengikuti aturan yang berlaku,” ucap Dendi yang baru saja menjabat Direktur Promosi dan Humas BP Batam.
Dendi Gustinandar menolak tudingan, persoalan rumah liar di Batam merupakan tanggung jawab BP Batam. Menurutnya, persoalan rumah liar menjadi tanggung jawab bersama.
Sementara terkait, keluhan dari seorang pensiunan BP Batam yang mengajukan alokasi lahan untuk usaha bengkel. Bahkan sudah melakukan pembayaran uang muka 10 persen. Dendi menjawab saat ini ada 1890 dokumen yang tengah menunggu untuk diproses lebih lanjut di BP Batam.
“Saat ini kita melakukan tahapan verifikasi untuk menentukan permohonan tersebut clear and clean” jawabnya.
Lanjutnya proses itu memerlukan effort yang detil dan prudent dengan melihat beberapa faktor seperti status hutan lindung, HPL, kesesuaian peruntukan dan ada tidaknya tumpang tindih, sambungnya.
Setelah proses verifikasi tersebut barulah penerima alokasi diminta untuk menyiapkan rencana bisnisnya ke BP Batam sebagai salah satu syarat mendapatkan alokasi dan dilakukan pembahasan dalam tim BP Batam, terang Dendi.
Dendi menjelaskan bahwa yang menjadi pertimbangan diantaranya jenis investasi, aspek teknis perencanaan dan aspek kemampuan keuangan. Hal ini dimaksudkan agar lahan sebagai fasilitas investasi benar benar dapat dimanfaatkan secara optimal (tidak mangkrak) atau dijadikan komoditas praktek spekulan, tutupnya. (Ben)
Discussion about this post