Batam | beritabatam.co : Ketua Presidium LSM Kelompok Diskusi Anti (Kodat) 86, Ta’in Komari laporkan dugaan korupsi Bupati Bintan dan Gubernur Kepri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Dugaan korupsi ini terkait penambangan batu bauksit illegal di Bintan.
Menurutnya dugaan tindak pidana korupsi tersebut melibatkan Gubernur Kepri dan Bupati Bintan. Terkait penerbitan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK ) Kepada PT Gunung Bintan Abadi (GBA). Termasuk aktivitas pertambangan batu bauksit yang diduga dilakukan secara illegal oleh beberapa perusahaan di wilayah kabupaten Bintan.
Mantan dosen Unrika Batam Itu menilai dugaan tindakan pidana korupsi yang dilaporkannya berdasarkan dengan peraturan pemerintah yang tidak mengijinkan pertambangan biji batu bauksit di seluruh wilayah NKRI tanpa mendirikan smelter untuk pengolahan minimal tingkat dasar.
Namun Kenyataannya, tidak ada smelter yang dibangun perusahaan pengelolaan batu bauksit di kabupaten Bintan dan wilayah Provinsi Kepri.
Pria asal Jombang itu menjelaskan bahwa semua ijin Usaha Pertambangan (UIP) tidak dapat beroperasi atau melaksanakan kegiatan pertambangan biji bauksit di wilayah provinsi kepri ungkapnya.
“Gubernur Kepri melalui PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Provinsi Kepri terlah mengeluarkan IUPK yang diberikan kepada PT GBA yang menjadi dasar untuk mengajukan kuota ekspor kepada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI dengan nomor 03.pe-08.18.0009 tertanggal 27 Maret 2018,” ucap Ta’in.
Ta’in mengungkap dalam surat laporannya ke KPK, Persetujuan Ekspor Produk pertambangan dengan kriteria tertentu dengan kuota 1,6 juta ton.
Menurut Ta’in, dari hasil investigasi dan penindakan tim penegakan hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Tim Gakum KLHK) 5 Februari 2019. Setidaknya ada 19 perusahaan yang telah mendapatkan ijin usaha tertentu dari PTSP Provinsi Kepri. Namun dalam dilapangan, Perusahaan tersebut melakukan aktivitas pertambangan bauksit kemudian menjual kepada PT GBA sebagai pemenang kuota ekspor.
“Ijin ijin usaha tersebut merupakan keputusan Gubernur Kepri dengan menggunakan kop surat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) provinsi Kepri, yang semestinya dengan ketentuan administrasi tata negara, surat keputusan harusnya ditanda tangani secara langsung oleh gubernur sesuai dengan kewenangan jabatan yang melekat kepadanya bukan tanda tangan Kepala Dinas,:” ungkap Tain Qomari.
Tain menilai aktivitas petambangan dengan memanfaatkan ijin usaha tertentu melalui surat keputusan Gubernur provinsi Kepri jelas jelas telah menguntungkan dan memperkaya orang lain bahkan ada indikasi memperkaya diri sendiri dengan dugaan menerima suap atau gratifikasi dalam pemberian dalam pemberian ijin ijin tersebut.
“Paling tidak Gubernur telah menyalahgunakan kewenangan yang melekat pada jabatan yang merugikan negara dan memperkaya orang lain, hal ini jelas melanggar dan memenuhi unsur pada ketentuan pasal 2 dan 3 UU No.30 Tahun 2001 tenang pemberantasan tindak pidana korupsi,” urainya.
Menurut Tain, DPM -PTSP Provinsi Kepri dengan mengeluarkan ijin tersebut telah merugikan keuangan negara dengan sengaja diduga melakukan pembiaran aktivitas pertambangan batu bauksit secara illegal yang hasinya di jual di ekspor keluar negeri.
Pemasukan negara atas pajak pajak semestinya dibayarkan perusahaan usaha pertambangan kepada negara dan pemerintah daerah sehingga potensi pendapatan negara maupun pemerintah daerah hilang secara langsung dan tidak langsung dengan melakukan pembiaran aktivitas pertambangan batu bauksit yang diduga secara illegal.
Ta’in menegaskan bahwa dalam laporannya yang sudah diterima KPK per 13 Februari lalu, di Gedung KPK. Ia berharap KPK dapat menindaklanjuti laporannya dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan secara intensif. (Ben)
Discussion about this post