Batam | beritabatam.co : Setelah ditetapkan majelis hakim Ketua Syafrullah Sumar, hakim anggota Herman Nurman dan hakim anggota Heri Sutanto pada 4 Januari 2019 lalu berdasarkan yang tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Batam. Sampai saat ini, Erlina masih menanti Putusan Pengadilan Tinggi di Pekanbaru atas banding Jaksa penuntut umum dan terdakwa atas vonis hakim 2 tahun penjara terhadap mantan Direktur BPR Agra Dhana dengan nomor perkara 612/Pid.B/2018/PN Btm.
Tapi, isu tak sedap malah muncul dari proses penetapan hakim di Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Ketua Majelis hakim yang menjabat Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (PT) telah di mutasi menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banten, berdasarkan hasil rapim tanggal 27 November 2018. Dan telah tercantum dalam website resmi Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum.
Tapi faktanya, hakim yang sudah di mutasi menjadi Waka PT Banten itu, dalam waktu yang bersamaan masih menjabat Ketua Majelis Hakim di PT Pekanbaru.
Sumber beritabatam.co mengungkap, selain Ketua Majelis Hakim PT Pekanbaru yang terkesan ‘double’ jabatan. Salah satu anggota majelis hakim yang ditetapkan dengan nomor perkara 396/PID.B/2018/PT PBR atas banding terdakwa Erlina dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosmarlina Sembiring bahkan sudah di nyatakan pensiun pada bulan ini ucapnya kepada beritabatam.co.
Untuk informasi, perkara Erlina ini bermula dari laporan dengan kerugian bunga bank 4 juta rupiah. Di tangan JPU tuntutan kerugian melambung menjadi 117 juta dan di tuntut dengan UU Perbankan dengan hukuman 7 tahun tahun penjara denda 10 milyar.
Kini Erlina menjalani hukuman atas vonis 2 tahun penjara kepada terdakwa erlina dengan melanggar pasal 374 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Penasehat Hukum Manuel P Tampubolon saat di temui dikantornya mengatakan hal itu menjadi dasar dalam memori banding kami ucapnya, dalam memori banding sudah kami ajukan, Yakni berdasarkan dari risalah rapat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor RR-25/KO.0502/2018 pada hari jumat tanggal 26 Januari 2018 dengan agenda klarifikasi atas permasalahan Erlina dengan PT BPR Agra Dhana.
Rapat itu dipimpin Afif Alfarisi yang risalah ditanda tangani kepala OJK Propinsi Kepulauan Riau yang juga dijadikan barang bukti di persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam.
Dikatakannya Erlina adalah korban tindak pidana pemerasan yang telah dilakukan oleh jajaran komisaris beserta direksi BPR Agra Dhana sehingga surat dakwaan yang menjadi dasar surat tuntutan JPU serta putusan majelis hakim PN Batam sudah tidak sesuai lagi dengan fakta fakta yuridis di persidangan, beber Manuel P Tampubolon.
Menurut pria Lulusan Unpad itu, jauh sebelum dibuatnya laporan polisi, Erlina telah dipaksa untuk membayar bunga sebesar Rp. 929.853.879 bukan mengembalikan uang sebagaimana asumsi dan imajinasi JPU dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam.
Sesuai dengan data yang dimiliki OJK, Erlina menyetor bunga dengan perincian tanggal 28-07-2015 sebesar Rp.40.300.000, tanggal 29-07-2015 sebesar Rp.405.448.783, tanggal 13-08-2015 sebesar Rp.226.313.030,- dan tanggal 01-10 2015 sebesar 257.792-066 ke rekening BPR Agra Dhana.
Menurut Manuel, sejak awal proses penyidikan, penuntutan hingga di persidangan. Terdakwa tidak pernah diperlihatkan tentang pencatatan atau jurnal terhadap pembayaran bunga sebesar Rp. 929.853.879 itu.
“Betapa berat penderitaan yang telah dialami Erlina setelah diperas habis habisan malah justru di penjarakan dengan direngut kebebasannya,” pungkas Manuel.
“Sangat berdosa kita, apabila memenjarakan orang yang tidak bersalah. Karena selain bertanggung jawab terhadap hukum itu sendiri. Kita juga bertanggung jawab terhadap Tuhan yang maha esa,” paparnya.
“Adalah lebih baik membebaskan seribu orang penjahat dari pada memenjarakan satu orang yang tidak bersalah,” sebut bang Tampu.
Manuel menjelaskan permasalahan ini bukan hanya dalam proses penyidikan, dakwaan dan putusan hakim yang mengabaikan pasal 40, 42 dan 47 UU perbankan ketika perkara ini menjadi perkara bank.
Permasalahan juga terjadi pada saat penetapan penahanan terhadap Erlina. Seperti yang tercantum dalam SIPP PN Batam dengan perkara 612/Pid.B/2018/PN Btm yakni pada tingkat penyidikan tidak dilakukan penahanan, tingkat penuntutan dilakukan penahanan mulai dari tanggal 9 Juli 2018 sampai dengan tanggal 28 Juli 2018, pada tingkat Pengadilan Negeri dilakukan penahanan oleh Hakim Pengadilan Negeri, mulai dari 17 Juli 2018 sampai dengan 15 Agustus 2018.
Kemudian Perpanjangan pertama penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri, mulai dari 16 Agustus 2018 sampai dengan 14 Oktober 2018. Diketahuinya pada surat permohonan yang diterimanya melalui panitera Pengadilan Negeri Batam yakni surat permohonan dari ketua majelis hakim ke Pengadilan Tinggi dengan register yang berbeda yaitu tercantum dalam surat tersebut dengan perkara pidana khusus bukan pidana umum ucapnya.
Dan hakim Pengadilan Negeri melakukan perpanjangan pertama oleh Ketua Pengadilan Tinggi, mulai 15 Oktober 2018 sampai dengan 13 November 2018. Kemudian Hakim Pengadilan Negeri melakukan perpanjangan kedua oleh Ketua Pengadilan Tinggi, mulai dari 14 November 2018 sampai dengan 13 Desember 2018.
Pada saat itu, dimana SIPP menjadi website informasi kebanggaan Mahkamah Agung itu dijadikan tempat informasi orang sedang berperkara di pengadilan sering berubah dalam mencatumkan masa penetapan penanahan terhadap Erlina jelas Manuel.
Bukan hanya di SIPP surat penetapan penahanan yang diterbitkan Pengadilan Tinggipun sering terjadi perubahan pasca di protesnya masa tahanan Erlina.
Kalapas perempuan Batam yang sempat membebaskan terdakwa dari tahanan Rutan dan diakui terdakwa dirinya sudah melakukan sidik jari diatas kertas yang di lapas layaknya orang yang sudah bebas dari tahanan.
Namun, pada malam itu juga, terbit surat penetapan penahanan yang diterbitkan Pengadilan Tinggi di Pekanbaru dan Erlina pun di bawa kembali ke lapas perempuan kelas II B Batam dengan surat penetapan penahanan yang ditanda tangani Ketua Pengadilan Tinggi berdasarkan surat pengantar Panitera Muda perdata ucap Manuel.
“Heran, pasalnya kenapa bisa perkara pidana ini ditandatangani dengan surat pengantar panitera muda perdata,” sebut Manuel P Tampubolon. (Ben)
Discussion about this post