Jakarta | beritabatam.co : Penanggungjawab Aliansi Relawan Jokowi (ARJ) sekaligus inisiator #2022GantiGabener, Haidar Alwi mengingatkan rakyat Indonesia untuk selalu mewaspadai upaya penjajahan spiritual.
Haidar Alwi mengatakan bahwa sekarang di Indonesia penjajahan sesungguhnya telah terjadi tanpa disadari. Dimana, penjajahan itu tidak seperti penjajahan pada zaman kolonial. Tetapi, penjajahan spiritual yang merusak akhlak dan mental melalui doktrin aliran agama tertentu yang sesat.
“Penjajahan mental dan spiritual di Indonesia saat ini jauh lebih kejam dan biadab jika dibandingkan penjajahan pada zaman kolonial. Karena, zaman penjajahan kolonial lebih condong kepada penjajahan fisik yang dirasakan. Tetapi, penjajahan spiritual dan mental telah mengganggu napas kehidupan keberagaman tanpa disadari. Sehingga, tanpa terasa sendi-sendi sosial, budaya dan agama menjadi ngilu,” ujar Haidar Alwi, Sabtu (15/6/19).
Persoalannya, rasa ngilu itu seolah-olah dirasakan seorang diri. Karena, penjajah spiritual dan mental menggunakan politik devide et impera agar kejahatan yang terorganisir dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.
Sebagai contoh di kawasan Puncak Bogor, cukup akrab dengan istilah kawin kontrak. Dan, di area puncak tersebut kita sering melihat oknum pendatang keturunan hilir mudik. Menurut Haidar Alwi, merekalah yang kerap kali melakukan kawin kontrak di sekitar kawasan itu tanpa mengalami kesulitan sedikitpun dalam prosesnya.
“Ironisnya, para orang tua dengan mudah merelakan anak gadisnya untuk dijadikan budak seksual. Atas nama agama mereka menganggap kawin kontrak adalah benar adanya. Padahal, sesungguhnya kawin kontrak itu sama saja melegitimasi perzinahan dan perdagangan anak. Tetapi, apa boleh buat kalau orang tua telah terhipnotis dengan para penjajah spiritual. Dan, itu seakan sudah menjadi budaya karena budaya kawin kontrak sudah menjamur dikawasan puncak,” tutur Haidar Alwi.
Budaya Indonesiapun menjadi berubah karena penjajahan spiritual dan mental. Budaya Indonesia yang seharusnya dipertahankan dan dikembangkan malah justru dihancurkan. Jati diri bangsa Indonesia pun dengan mudah dijajah.
Bila dibandingkan dengan penjajahan pada zaman dahulu kala, politik pecah belah, politik adu domba atau devide et impera adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan.
Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Dan, kekuatan militer menjadi faktor pendukung utama. Bukan, Agama yang menjadi ujung tombaknya.
Awalnya, devide et impera merupakan strategi perang yang diterapkan oleh bangsa-bangsa kolonialis mulai pada abad 15 (Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Prancis). Bangsa-bangsa tersebut melakukan ekspansi dan penaklukan untuk mencari sumber-sumber kekayaan alam, terutama di wilayah tropis.
Seiring dengan waktu, metode penaklukan mereka mengalami perkembangan, sehingga devide et impera tidak lagi sekadar sebagai strategi perang namun lebih menjadi strategi politik. Dan, semua itu tidak menggunakan agama sebagai alat untuk menghasut apalagi mengadu domba atas nama agama. Karena, tujuan penjajah sesungguhnya merampok kekayaan alam Indonesia.
Reporter : Hamdi Putra / red
Discussion about this post