Batam | beritabatam.co : Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum RI turut menanggapi perkara status masa tahanan Mantan Direktur BPR Agra Dhana, Erlina yang sempat dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. Sebelum akhirnya Erlina kembali masuk Lapas Perempuan Baloi, menyusul keluarnya surat penetapan perpanjangan penahanannya dari Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Namun menjadi polemik, karena setelah habis masa tahanannya, Erlina dibebaskan demi hukum dari Lapas Perempuan Baloi, sekitar pukul 18:30 wib, tanggal 14 November 2018. Dan hanya berselang sekitar tiga jam, sekitar pukul 20:30 wib. Erlina yang sempat melakukan cap tiga jari sebagai bukti pembebasan dirinya dari Lapas Perempuan, kembali dijebloskan ke dalam Lapas oleh Pengadilan Negeri Batam. Tanpa surat penetapan perpanjangan masa tahanan dari Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Sementara faktanya, Lapas yang menerima titipan tahanan dari Pengadilan Negeri Batam, baru menerima surat penetapan perpanjangan masa tahanan Erlina pada pukul 23:55 wib.
Ade Kusmanto, Kabag Humas dan Protokoler Ditjen Permasyarakatan Kemenkumham RI, yang ditemui beritabatam.co di ruangan kerjanya di Jakarta, Jum’at (25/01/19), mengatakan perlunya ketegasan dari petugas Lapas dalam menjalankan tugas. Termasuk dalam menerima tahanan titipan dari penegak hukum, penyidik kepolisian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga Hakim.
Diakui Ade, di Lapas memang sering terjadi permasalahan terkait status masa tahanan. ia menyebut mungkin karena banyaknya perkara yang ditangani. Yang menyebabkan Lapas lalai memastikan masa tahanan penghuni lapas.
“Sering terjadi permasalahan seperti itu di Lapas,” ucap Ade Kusmanto.
Ia menyebutkan, hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi antara Lapas dan instansi penegak hukum.
Disisi lain, Ade Kusmanto membuka kemungkinan lain yang terjadi. Bisa jadi Lapas yang tidak proaktif dalam memberikan informasi masa tahanan kepada penegak hukum. Atau sebaliknya, Lapas yang sudah proaktif tapi malah institusi penegak hukum yang tidak merespon, terangnya.
Dalam hal habisnya masa status penahanan. Ade menjelaskan, idealnya pihak Lapas mengkonfirmasi status masa tahanan yang habis secara berulang kepada institusi penegak hukum.
“Ucapkan saja kepada institusi penegak hukum, misalnya pak ini tahanannya sudah habis masa tahanannya kalau habis masa tahanannya ini tahanannya saya keluarkan ya. Perlu suatu keberanian dan ketegasan dari petugas Lapas,” Ungkap Ade.
Dan jika ada tahanan yang masa tahanannya berakhir. Lapas bisa mengeluarkan tahanan tersebut dengan mengembalikan kepada penegak hukum. Tapi Lapas juga tidak berhak mengeluarkan tahanan, jika ada surat penetapan penahanan yang di keluarkan dari institusi yang berwenang terhadap itu, terangnya.
“Misalnya ada yang terjadi. Saya titip ya penahanannya ntar suratnya nyusul. Namun Kalapas menerima tahanan tanpa adanya surat penetapan penanahannya, maka Kalapas Keliru.” ujar Ade.
“Kalapas kalau seperti itu bisa di berikan sanksi,” tambahnya.
“Kalau terjadi seperti itu, uda kacau. Dan itu tidak di bolehkan dong, berarti Kalapas sudah menginikan ( memenjarakan -red) kemerdekaan orang dan itu melanggar pasal 33 KUHP,” pungkas mantan Kalapas di Wilayah Sumatera Utara tersebut.
Ade Kusmanto menegaskan intinya seorang Kalapas menerima tahanan berdasarkan surat penetapan penahanan. Petugas Lapas wajib memeriksa data dan identitas tahanan. Jika tidak sesuai dengan identitas dengan tahanan maka Lapas berhak untuk menolak titipan tahanan tersebut.
“Perlunya diperiksa dulu sebelum petugas Lapas menerima tahanan. kesesuaian data dari nama, jenis kelamin secara lengkap sehingga Lapas tidak keliru dalam menerima tahanan dari instansi penegak hukum,” tandas Ade.
Ade Kusmanto menyarankan perlunya koordinasi dan sinergi bersama institusi penegak hukum. Termasuk untuk wilayah Batam. Sehingga dalam menjalankan tugas, sesuai fungsi sehingga tidak terjadi kekeliruan tentang masa penahanan tahanan. (Ben)
Discussion about this post