Jakarta | beritabatam.co : Sejumlah aktivis perempuan dari berbagai organisasi yang tergabung dalam naungan ‘Srikandi Indonesia’ menyatakan dukungannya terhadap negara untuk menindak tegas para pelaku yang berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pernyataan sikap ini disampaikan untuk menanggapi situasi politik dalam negeri yang kian panas akibat pemaksaan kehendak salah satu pasangan capres-cawapres yang berlaga dalam Pilpres 2019.
“Kami menyatakan mendukung pemilu damai dan menjujung persatuan Indonesia. Kami berada digaris depan untuk melawan segala bentuk yang mengancam ketertiban nasional serta mendukung penegakan hukum bagi pelaku makar,” ujar Vivin Sri Wahyuni yang merupakan mantan aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/19).
Hasil dari pesta demokrasi rakyat Indonesia yang telah dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 menjadi sejarah bahwa masyarakat indonesia telah mampu mengerti dan mengimplementasikan kedaulatannya sebagai warga negara Indonesia dengan ikut serta dalam pesta demokrasi yakni menggunakan hak pilihnya.
Walaupun ada kekurangan dalam pelaksanan pemilu serentak, kinerja pemerintah dinilai sudah bagus dan sebagai warga negara patut mengapresiasi kinerja pemerintah dalam menjalankan pesta demokrasi ini.
“Kalah dan menang adalah konsekuensi dari pertarungan. Menerima kekalahan dan amanah dalam kemenangan adalah ciri jiwa patriot yang tampaknya hal tersebut belum ada dijiwa sebagian tokoh politik kita, dapat dilihat dari kegaduhan politik yang terjadi menjelang pemilu dan setelah pemilu, puncaknya setelah penetapan setelah penetapan hasil pemilihan presiden dari KPU 21 Mei 2019,” tutur Widya Almis, mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Mempunyai pilihan yang berbeda adalah hak setiap warga negara, akan tetapi menjaga keutuhan dan persatuan bangsa adalah kewajiban yang seharusnya sudah tertanam dalam diri masing-masing individu.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa menjelang pemilu dan setelah pemilu masih menyisakan kubu-kubu yang mendukung masing-masing pasangan capres dan cawapres, yang sampai saat ini menjadi salah satu isu utama yang selalu dikumandangkan.
Terlebih, pasangan capres dan cawapres 02 telah mendeklarasikan diri sebagai pemenang di pemilihan presiden sebelum penetapan keputusan akhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat gesekan antar pendukung semakin memanas.
“Bahkan isu ‘people power’ atau Gerakan Kedaulatan Rakyat yang di gemborkan oleh pihak capres dan cawapres 02 pada tanggal 22 Mei 2019 secara tidak langsung sudah menambah kegaduhan rakyat Indonesia,” kata Lidya Natalia Sartono yang merupakan mantan aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Menurutnya people power berpotensi mengancam ketertiban nasional. Karena pemaksaan kehendak melalui aksi-aksi massa sama saja dengan melakukan tuduhan atau fitnah bahwa Lembaga-lembaga negara tersebut tidak independen atau subordinat pada pasangan capres cawapres 01.
“Dengan kata lain mengatakan ‘tidak ada keberan diluar kami’. Jika demikian adanya BPN atau pihak pasangan capres cawapres 02 telah mendeklarasikan dirinya sebagai ‘Negara’. Hal inilah yang dapat disimpulkan sebagai makar sehingga memerlukan penanganan khusus oleh aparat keamanan negara,” ucapnya.
Sebagai informasi, Srikandi Indonesia terdiri dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). (Rep : Hamdi Putra/red)
Discussion about this post