Batam | beritabatam.co : Permohonan gugatan Hendra Arnovianto yang menggugat BPR Fanindo dan sempat ditolak oleh Pengadilan Negeri Batam. Akhirnya dikabulkan dalam tingkat banding.
Penggugat atas nama Hendra Arnovianto bersama istrinya Maya Indra Devi Mukthar dengan menggugat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Fanindo dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Cq Direktorat Jendral Kekayaan Negara Kantor Wilayah DJKN Riau Sumatera Barat dan Kepulauan Riau.
Dalam tingkat banding, Majelis Hakim yang di Ketuai Fakih Yuwono, SH dan Hakim Anggota Tony Pribadi S.H., M.H. dan Made Sutrisna, SH, M.Hum dengan Panitera Pengganti Teti Anggraini, SH dengan mengadili sendiri yakni mengabulkan gugatan para pembanding /penggugat.
Dalam putusan banding didalam SIPP PN Batam itu Menyatakan tergugat BPR Fanindo telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sistem informasi Penelusuran perkara ( SIPP) PN Batam dengan nomor register 88/Pdt.G/2018/PN Batam Pengadilan Tinggi Pekanbaru itu membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batam tertanggal 29 November 2018 lalu.
Kemudian dalam putusan itu pengadilan Tinggi Pekanbaru menyatakan lelang yang dilakukan pada tanggal 18 Januari 2018 berdasarkan risalah lelang No: 023/11/2018 terhadap tanah dan bangunan milik Penggugat I dan Penggugat II oleh Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III cacat hukum dan oleh karenanya batal dengan segala akibat hukumnya.
Putusan banding itu menghukum Tergugat I untuk mengembalikan pembayaran harga lelang kepada Tergugat III.
Sementara itu Penasehat Hukum tergugat Nasib Siahaan ketika dikonfirmasi terkait gugatannya, belum bisa menjawab karena belum terima salinan putusan dari Pengadilan Negeri Batam namun ketika ditanya atas dikabulkannya gugatannya terhadap BPR dirinya hanya menjawab dengan ringkas “Masih ada hukum di negeri ini,” ucapnya sambil menjanjikan kepada wartawan akan memberikan keterangan setelah dirinya menerima salinan putusan banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Diberitakan sebelumnya, Maya dan Hendra suaminya menggugat PT Bank Perkreditan Rakyat Dana Fanindo dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Cq Direktorat Jendral Kekayaan Negara Kantor Wilayah DJKN Riau Sumatera Barat dan Kepulauan Riau.
Berdasarkan ketentuan perundang undangan yang menerangkan pihak terkait perusahaan pembiayaan/keuangan tidak boleh mengambil/memiliki/menguasai agunan/jaminan dari debitur ucap Maya
Sehingga keputusan pengadilan mengenai pemenang lelang akan gugur atau gagal demi hukum terang Maya.
“Kami menduga pelelangan bisa saja berdasarkan formalitas atau request yang dilakukan BPR Dana Fanindo. Ada dugaan kongkalikong antara pihak BPR dan KPKLN yang mana pada akhirnya buat internal mereka sendiri” beber Maya saat itu.
Maya menambahkan, dana untuk melunasi pokok saya bisa saja dari uang dari BPR Dana Fanindo dan jika berhasil di eksekusi barulah diganti Shanti Dwi lestari (AIDA) agunan yang diambil alih, sebutnya.
Maya menyebut BPR Dana Fanindo juga tidak memberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah kredit a/n Hendra untuk hadir saat penyelenggaraan lelang berlangsung. Belakangan ternyata pemenang lelang dan peserta lelang merupakan Komisaris Utama BPR Dana Fanindo.
“Selaku debitur BPR Dana Fanindo, kami merasa sangat kecewa dan dirugikan dengan sikap BPR Dana Fanindo. Jika KPKNL sudah menentukan atau memutuskan pemenang lelang tersebut, BPR Dana Fanindo wajib memberikan sebuah surat yg isinya surat keterangan lunas atau surat penyelesaian kredit. Tapi sampai saat ini BPR Dana Fanindo belum memberikan surat tersebut”, ungkap Maya kecewa. (Ben)
Discussion about this post